Sabtu, 26 Oktober 2019

Sejarah Bandara

Sejarah Bandara

Sejarah PT Angkasa Pura I (Persero) - atau dikenal juga dengan Angkasa Pura Airports - sebagai pelopor pengusahaan kebandarudaraan secara komersial di Indonesia bermula sejak tahun 1962. Ketika itu Presiden RI Soekarno baru kembali dari Amerika Serikat. Beliau menegaskan keinginannya kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum agar lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara maju.
Tanggal 15 November 1962 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran. Tugas pokoknya adalah untuk mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang saat itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan dari dan ke luar negeri selain penerbangan domestik.
Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak 20 Februari 1964 PN Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional Pelabuhan Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI. Tanggal 20 Februari 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi perusahaan.
Pada tanggal 17 Mei 1965, berdasarkan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang Perubahan dan Tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah nama menjadi  PN Angkasa Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola bandar udara lain di wilayah Indonesia.
Secara bertahap, Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar), Pelabuhan Udara Halim Perdanakusumah (Jakarta), Pelabuhan Udara Polonia (Medan), Pelabuhan Udara Juanda (Surabaya), Pelabuhan Udara Sepinggan (Balikpapan), dan Pelabuhan Udara Hasanuddin (Ujungpandang) kemudian berada dalam pengelolaan PN Angkasa Pura. Selanjutnya, berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1974, status badan hukum perusahaan diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Dalam rangka pembagian wilayah pengelolaan bandar udara, berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 1986 tanggal 19 Mei 1986, nama Perum Angkasa Pura diubah menjadi Perusahaan Umum Angkasa Pura I. Hal ini sejalan dengan dibentuknya Perum Angkasa Pura II yang sebelumnya bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng, secara khusus bertugas untuk mengelola Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Kemudian, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992, bentuk Perum diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero). Saat ini, Angkasa Pura Airports mengelola 13 (tiga belas) bandara di kawasan tengah dan timur Indonesia, yaitu:
1. Bandara I Gusti Ngurah Rai - Denpasar
2. Bandara Juanda - Surabaya
3. Bandara Sultan Hasanuddin - Makassar
4. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan - Balikpapan
5. Bandara Frans Kaisiepo - Biak
6. Bandara Sam Ratulangi - Manado
7. Bandara Syamsudin Noor - Banjarmasin
8. Bandara Ahmad Yani - Semarang
9. Bandara Adisutjipto - Yogyakarta
10. Bandara Adi Soemarmo - Surakarta
11. Bandara Internasional Lombok - Lombok Tengah
12. Bandara Pattimura - Ambon
13. Bandara El Tari - Kupang
Selain itu, Angkasa Pura Airports saat ini memiliki 5 (lima) anak perusahaan, yaitu PT Angkasa Pura Logistik, PT Angkasa Pura Properti, PT Angkasa Pura Suport, PT Angkasa Pura Hotel, dan PT Angkasa Pura Retail.
Tahun 1913: Penerbangan Pertama di Indonesia
Pada tanggal 19 Februari 1913 seorang penerbang asal Belanda bernama J.W.E.R Hilger berhasil menerbangkan sebuah pesawat jenis Fokker dalam kegiatan pameran yang berlangsung di Surabaya. Penerbangan tersebut tercatat sebagai penerbangan pertama di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) meskipun berakhir dengan terjadinya kecelakaan namun tidak menewaskan penerbangnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1924: Penerbangan Pertama dari Belanda ke Jakarta
Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda mencoba melakukan penerbangan dari Bandara Schippol Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut membutuhkan waktu selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di Batavia dan berhasil mendarat di Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1928: Rintisan Rute Penerbangan di Indonesia
Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah berdiri sebuah perusahaan patungan KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas kejasama Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda dan perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di Indonesia. Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute penerbangan tetap Batavia-bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang sekali setiap hari. Setelah perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun bertambah yaitu Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu sekali.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1929: Awal mula Penerbangan Berjadwal di Indonesia
Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda ke Jakarta, masih diperlukan lima tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan oleh perusahaan penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan pesawat Fokker F-78 bermesin tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat. Kemudian pada tahun 1931 jenis pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut penumpang.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1949: Asal nama Garuda Indonesia Airways
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta presiden memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu")
Maka pada tanggal 28 Desember 1949, terjadi penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair yang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,Jakarta untuk pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama baru, Garuda Indonesian Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1952: Pembentukan Djawatan Penerbangan Sipil
Pada tahun 1952 pemerintah membentuk “Djawatan Penerbangan Sipil” yang saat itu bertanggungjawab kepada Kementerian Perhubungan Udara, tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara, Djawatan Penerbangan Sipil ini merupakan cikal bakal Direktorat Jenderal Perhubungan Udara saat ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1963: Direktorat Penerbangan Sipil
Pada tahun 1963 Djawatan Penerbangan sipil dirubah nama menjadi Direktorat Penerbangan Sipil seiring dengan perkembangan dunia usaha penerbangan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1969: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Untuk mendorong perkembangan dunia usaha penerbangan yang semakin baik pada pemerintahan Orde Baru telah membentuk Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1969 guna menyesuaikan kebutuhan dan pemanfaatannya sebagai pengganti dan penyempurnaan Direktorat Penerbangan Sipil dengan struktur organisasi terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara Sipil, Direktorat Keselamatan Penerbangan dan Direktorat Fasilitas Penerbangan.
Pada tahun 1974 struktur organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara disempurnakan menjadi Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Udara, Direktorat Keselamatan Penerbangan, Direktorat Pelabuhan Udara dan Direktorat Telekomunikasi Navigasi Udara & Listrik.
Penerbangan Indonesia terus berkembang bukan hanya bidang lalu lintas dan angkutan udara saja namun sudah mulai dengan perkembangan industri pembuatan pesawat terbang sehingga diantisipasi dengan pembentukan direktorat khusus yang menangani kelaikan udara berstandar internasional, pemerintah mengeluarkan KM 58 Tahun 1991 mengenai penyesuaian struktur organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, strukturnya terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara, Direktorat Keselamatan Penerbangan, Direktorat Teknik Bandar Udara, Direktorat Fasilitas Elektronika dan Listrik dan Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun 1978: Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN)
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 50/OT/Phb-78, tentang "Susunan organisasi dan tata kerja pelabuhan udara dan Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN)", terbentuk kantor SENOPEN di 7 lokasi yaitu MEDAN, PEKANBARU, PALEMBANG, SURABAYA, BALI, UJUNG PANDANG dan BIAK". Fungsi unit kerja kantor SENOPEN adalah pemberian pelayanan navigasi penerbangan.

 

Terminal Bandar Udara

Terminal Bandar Udara Suatu terminal bandar udara merupakan sebuah bangunan dibandar udara dimana penumpang berpindah antara transportasi darat dan fasilitas yang membolehkan mereka menaiki dan meninggalkan pesawat. Di terminal, penumpang membeli tiket, menitipkan bagasinya, dan diperiksa pihak keamanan. Bangunan yang menyediakan akses ke pesawat (melalui gerbang) disebut "concourse".
Tetapi, sebutan "terminal" dan "concourse" kadang-kadang digunakan berganti-ganti, tergantung konfigurasi bandara.Bandara kecil memiliki sebuah terminal sementara bandara besar memiliki beberapa terminal dan/atau concourse. Di bandara kecil, bangunan terminal tunggal melayani semua fungsi sebuah terminal dan concourse.Beberapa bandara besar memiliki terminal yang terhubung dengan banyak concourse melalui jalan setapak, jembatan layang, atau terowongan bawah tanah (seperti Bandar Udara Internasional Denver. Beberapa bandara besar memiliki lebih dari satu terminal, masing-masing dengan satu concourse atau lebih (seperti Bandar Udara La Guardia New York). Bandar udara besar lainnya memiliki terminal ganda dimana masing-masing telah termasuk fungsi sebuah concourse (sepertiBandar Udara Internasional Dallas/Fort Worth).

Terminal Building
Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan ticket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.
Terminal Udara
Terminal udara merupakan penghubung antara sisi udara dengan sisi darat. Perencanaan terminal disesuaikan dengan Rencana Induk Bandara (Master Plan) menurut tingkat (stage) dan tahapan (phase). Yang pertama meliputi jangka panjang, sedangkan yang kedua berhubungan dengan dengan usaha jangka menengah masalah penyesuaian kapasitas dengan perkiraan perkembangan permintaan.Ciri pokok kegiatan di gedung terminal adalah transisionil dan operasional. Dengan pola(lay-out), perekayasaan (design and Engineering) dan konstruksinya harus memperhatikan expansibility, fleksibility, bahan yang dipakai dan pelaksanaan konstruksi bertahap supaya dapat dicapai penggunaan struktur secara maksimum dan terus menerus. Secara expansibility struktur bangunan harus dapat dirubah, diperluas danditambah dengan pembongkaran dan gangguan yang minimum. Jadi bagian dan instalasi penting sedapat mungkin tidak perlu dipindahkan.Secara flexsibility terutama menyangkut rencana tentang kemampuan gedung untuk menerima perubahan bentuk dan penggunaan interior seperti pembagian ruangan yang tidak menanggung beban struktural ,Kemungkinan pemakaian ruangan untuk maksud yang lain dari perencanaan sebelumnya, Memungkinkan pekerjaan perluasan dilakukan dengan gangguan minimum terhadap ruangan / bangunan di sekelilingnya, penggunaan bahan serta metoda konstruksi yang cocok dengan pekerjaan “remodelling”, dan hal-hal lainnya.Gedung terminal mengintegrasikan kegiatan dan permintaan masyarakat, pengusaha penyewa dan pemilik/ pengelola, jadi harus berfungsi langsungsecara efisien dengan tingkatkeselamatan yang tinggi. Sirkulasi langsung harus dimungkinkan untuk penumpang datang dan berangkat serta bagasinya sampai pada posisi bongkar muat pesawat. Jika penanganan pos dan barang dilakukan dengan kendaraan yang sama dengan untuk bagasi, maka perencanaan meliputi juga sirkulasi di apron Konsep-konsep operasionil lalu lintas internasional dipisahkan dari arus lalu lintas dalam negeri, karena perlu penanganan khusus. Masing-masing kemudian bisa dikelola berdasarkan:
a).Konsep terpusat
(Centralised concept) Dimana semua kegiatan perusahaan-perusahaan penerbangan dilakukan dalam gedung terminal yang sama. Konsolidasi kegiatan dapat dilakukan dengan dan dengan demikian menghemat ruangan personil dan peralatan yang diperlukan untuk tincketing dan baggage handling. Hal tersebut berlaku juga dalam hal mengelola kegiatan trasnfer di tempat/ pelabuhan udara interchange, karena bisa dilakukan oleh suatu organisasi saja.
b).Konsep pemencaran
(unit operation concept) Dimana setiap perusahaan mempunyai gedung terminal sendiri-sendiri.
1.Investasi untuk pemilik / pengelola pelabuhan udara adalah lebih besar karena duplikasi fasilitas sedang dari sudut konsesioner (pengusaha penyewa) akan mengurangi keuntungan karena letak usahanya yang terpisah-pisah.
2.Pada tempat-tempat interchange maka jarak untuk penumpang transfer menjadi jauh,demikian juga untuk kendaraan angkut di apron untuk bagasi, pos dan barang

KARAKTERISTIK BANDARA

Karakteristik Bandara untuk Airbus A380-800

Tipe Pesawat Terbang
Jenis-jenis pesawat terbang bisa ditinjau dari beberapa hal, yakni:
  1. Ditinjau dari kegunaannya
  2. Ditinjau dari jumlah wing
  3. Ditinjau dari bentuk wing
  4. Ditinjau dari bentuk stabilizer
  5. Ditinjau dari alat pendaratannya
  6. Ditinjau dari jumlah mesin

Karakteristik Pesawat Terbang
Beberapa karakteristik pesawat terbang dan kegunaannya:
  1. Berat : berguna untuk menentukan tebal lapis perkerasan runway, taxiway dan apron
  2. Ukuran : panjang badan dan sayap pesawat terbang mempengaruhi ukuran dan konfigurasi bangunan, terminal dan apron
  3. Kapasitas : kapasitas penumpang sangat penting untuk mendukung fasilitas bangunan terminal
  4. Panjang runways : Panjang runways yang dibutuhkan mempengaruhi luas area pendaratan pada suatu lapangan terbang

Karakteristik Perencanaan Bandara
  1. ARFL (Aeroplane Reference Field Length)
  2. ARC (Aerodrome Reference Code)
  3. Wingspan
  4. OMGWS (Outer Main Gear Wheel Span)
  5. Fuselage Length
  6. Wheel Base
  7. Berat pesawat
  8. Keperluan bahan bakar

Karakteristik Airbus A380-800
Airbus S.A.S. atau yang lebih dikenal dengan Airbus Industrie adalah produsen pesawat komersial yang berbasis di Toulouse, Perancis. Airbus yang merupakan perusahaan gabungan milik Jerman, Perancis, Inggris dan Spanyol ini didirikan untuk menandingi perusahaan penerbangan Amerika seperti Boeing dan Mc Donnell Douglas.
Spesifikasi Khusus Airbus A380-800 
Airbus A380 adalah sebuah pesawat dengan dua tingkat, dengan empat mesin yang mampu memuat 850 penumpang dalam konfigurasi satu kelas atau 555 penumpang dalam konfigurasi tiga kelas.
Spesifikasi khusus pesawat Airbus A380-800 adalah sebagai berikut:
  1. Nama pesawat : Airbus A380-800
  2. Jenis pesawat : Pesawat penumpang sipil
  3. Penerbangan perdana : 2005
  4. Penerbangan perdana komersial : 2007
  5. Produsen : Airbus
  6. Ukuran (a) Panjang: 73,00 meter; (b) Lebar sayap: 79,80 meter; (c) Tinggi : 24,10 meter; (d) Luas sayap : 845,00 meter ²
  7. Jumlah awak : 28
  8. Kecepatan laju : 902 km/jam
  9. Kecepatan maksimal : 1020 km/jam
  10. Ketinggian terbang : 13.100 km
  11. Berat (a) Berat kosong : 280.000 kg; (b) Berat maksimum lepas landas : 560.000 kg
  12. Kapasitas (a) Konfigurasi satu kelas : 840 penumpang (b) Konfigurasi tiga kelas : 555 penumpang

Dimensi Umum Pesawat Airbus A380-800
Runway (Landas Pacu)
Runway (Landas Pacu) adalah suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara di daratan atau perairan yang dipergunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat udara.
Pengaruh Kinerja Pesawat Tenbang pada Panjang Runway
Faktor-faktor yang berhubungan dengan panjang runway dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori umum:
  1. Persyaratan kinerja ditetapkan oleh pemerintah pada pabrik dan operator pesawat terbang
  2. Lingkungan lapangan terbang
  3. Hal-hal yang menentukan berat operasi saat lepas landas dan mendarat untuk setiap jenis pesawat terbang

Lebar Runway untuk Pesawat Airbus A380-800
Pada 2007, FAA dan EASA mengeluarkan aturan bahwa lebar runway minimum yang dibutuhkan untuk A380 adalah 45 meter tanpa penghalang. Rambu-rambu serta lighting pada runway juga perlu diperbarui mengingat lebar dari sayap yang cukup lebar serta menghindari dari semburan mesin jetnya.

Panjang Runway untuk Pesawat Airbus A380-800

Tabel Karakteristik Beberapa Pesawat Terbang

Berdasarkan tabel di atas, panjang minimal runway yang dapat dilalui A 380-800 adalah 1000 ft (3048 m)


Apron
Apron adalah bagian dari bandar udara yang digunakan sebagai tempat parkir pesawat terbang. Selain untuk parkir, pelataran pesawat digunakan untuk mengisi bahan bakar, menurunkan penumpang, dan mengisi penumpang pesawat terbang. Pelataran pesawat berada pada sisi udara (airport side) yang langsung bersinggungan dengan bangunan terminal, dan juga dihubungkan dengan jalan rayap (taxiway) yang menuju ke landas pacu.



Luas Apron
Luas Apron dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
  1. Ukuran gate position
  2. Jumlah gate position
  3. Wing tip clearance
  4. Clearance antar pesawat yang taxiing dengan pesawat yang sedang parkir di apron
  5. Konfigurasi bangunan terminal
  6. Efek jet blast (semburan jet)
  7. Kebutuhan jalan untuk gate position


Menghitung Ukuran Gate Position untuk Airbus A380-800
Wingspan (WS) = 80 m
Wheel track (WT) = 14,34 m
Fordward roll (FR) = 3,048 m → pada keadaan standar
Wing tip clearance = 7,5 m → dari ICAO 2006 untuk gate tipe E

Turning Radius (TR) = ½ x (WS + WT) + FR = ½ x (80 + 14,34) + 3,048 = 50,218 m
Gate Position = (2 x TR) + Wing tip clearance = (2 x 50,218) + 7,5 = 107,936 m


Luas Apron untuk Airbus A380-800
Luas apron ditentukan oleh jumlah dan ukuran gate position, clearance antara pesawat satu dengan lainnya. Ukuran lebar apron dipengaruhi oleh jenis pesawat terbesar yang akan mendarat di bandara tersebut.
Panjang Apron (P):
P = gate position + Wing tip clearance
Catatan: jika ada beberapa gate position, pilih yang paling besar
P = 107,937 + 7,5 = 115,437 m
Lebar Apron (L):
L = (2 x Panjang Pesawat) + (3 x Wing tip clearance) = (2 x 73) + (3 x 7,5) = 168,500 m
Luas Apron (A) untuk 1 Pesawat Airbus A380-800 adalah:
A = P x L = 115,437 x 168,500 = 19451,135 m²

BANDARA INDONESIA YANG MAMPU DARATKAN PESAWAT AIRBUS A380-800
  1. Bandara Hang Nadim, Batam: panjang runway : 4025 m
  2. Bandara Kuala Namu, Deli Serdang: panjang runway : 3750 m
  3. Bandara Soekarno Hatta, Tanggerang: panjang runway : 3660 m
  4. Bandara Frans Kaisiepo, Papua: panjang runway : 3571 m
  5. Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar: panjang runway : 3100 m
  6. Bandara Ngurah Rai, Bali: panjang runway : 3000 m (akan diperpanjang lagi)